Sabtu, 31 Oktober 2015

puisi Cinta...


Cinta Sebatas Memandang
Hei kamu....
Matamu yang sejuk meresahkan jiwaku
Senyummu yang mempesona menghilangkan pikiranku
Wajahmu yang manis menggejolakkan batinku
Suaramu yang berat mendebarkan jantungku
Caramu memandang membuat hatiku meloncat kegirangan
Tapi.....
Semua itu membuatku tak kuat menatapmu
            Hei kamu...
Tahukah kamu akan rasa ini?
Aku rasa, aku telah tersandung
Tersandung oleh hatimu
Aku jatuh,
Jatuh cinta padamu
Hei kamu.....
Tak sedetik pun kubiarkan kau berlalu dari pandanganku
Tak setitik pun kau hilang dari anganku
Senyuman gilaku sering muncul karenamu
Tapi.....
Ku tak ingin kau tahu akan semua itu
Karena ku takut kau menjauh
Karena ku tak ingin cerita indah tentangmu berubah
Hei kamu....
Aku tahu, kau dan aku berbeda
Hatimu tak mungkin dapat kumiliki
Rasa ini pun hanya sebatas memandang
Tapi.....
Cerita indahmu dalam kenanganku takkan kulupakan
Torehan tintamu dalam kanvas hidupku takkan ku hapus
K A M U......
Akan selalu ada dalam mimpi dan khayalku

by : Grace Mau


Sabtu, 24 Oktober 2015

cerpen gue!!!

Persahabatan yang Tertunda
Seseorang yang tampaknya ku kenal, benar-benar tak asing bagiku ketika pertama kali menatap dia di acara ulang tahun sekolahku. Yups!! Tepatnya saat lomba tarik tambang yang juga ikut memeriahkan acara itu, disitulah awal pertemuanku dengannya... Hmm,,, tatapannya pun seperti mengenaliku. Aha!! Itu dia sahabat lamaku yang telah lama berpisah sejak kelulusan kami dari SMPN 1 Kartini. Dan, sekarang dia hadir disini? Apa dia juga akan bersekolah disini? Wow!! Jawaban yang kubutuhkan adalah ia. Hehehe...^_^ Tak sabar diriku ingin segera bercakap-cakap dengan dirinya, melepas rasa kangen yang selama ini meliputi diriku.
“Ciaaaaa,,,,” teriakku memanggil namanya. “Riani?” tolehnya sambil berlari menghampiriku. Setelah dia tiba di hadapanku, dia langsung merangkulku sambil berkata, “Duh, sudah lama sekali ya, kita tidak bertemu, apa kamu disini baik-baik saja? Udah dapet teman baru? Namanya siapa? Kenalin donk?”. Pertanyaan beruntun pun dilontarkan, tampaknya bukan aku yang akan berbicara banyak, tapi dialah yang akan menyita waktuku untuk menjawab semua pertanyaannya. “Huuffhh,,, satu-satu donk kalo nanyanya, bingung nih jawabnya. Dasar!! Dari dulu sampai saat inipun, kamu tak pernah berubah. Masih cerewet, pecicilan, hmm,, jangan-jangan masih saja jail?” sambutku, sambil menjewer pipinya. “Hahaha,,, Mau dijadiin objek praktek nih?” tanyanya sambil mengedipkan matanya, tanda akan berbuat sesuatu. “Hah? Aku? Dijadiin objek praktek? Emang katak apa? Dasar!!” cegatku sambil mendorong jidatnya. “Aduuhh, nih anak, emang ya...” belum selesai dia berbicara, datanglah seorang yang juga teman baik kami berdua.
“Sariiiiii,,” serentak kami berteriak. “Ciaaaa??” toleh Sari sambil terus menatapi Cia. “Iya donk, ini aku, masih tetap unyu kan?” candanya sambil tertawa. “Hahaha, bukan cuma unyu, bahkan masih tetap ngegemesin, iii” kata Sari sambil mencubiti pipi Cia. “Aduh, sakit tau, aku yang ngegemesin atau kamu yang tambah lebar, hahaha” ucap Cia sambil memegangi pipinya yang memerah akibat ulah Sari. Mendengar itu Sari hanya cengingisan gak jelas.
Namun belum selesai kami bercakap-cakap, X.1 sudah dipanggil untuk mengikuti pertandingan bola volly. Kami pun menghentikan percakapan kami, dan merapat ke tempat pertandingan. Kami sangat menikmati pertandingan tersebut sambil melanjutkan cerita tentang masa-masa indah saat kami bertiga masih bersama-sama di bangku SMP. Mulai dari menjaili Sari, Suryo dan Sandri, mengoceh tentang guru dan teman-teman yang tidak kami sukai, sampai dengan mengerjai Cia ketika dia akan berangkat ke sekolah lanjutannya di Australia.
“Eh, ngomong-ngomong kamu ngapain ke sini?” tanya Sari. “Hmm, yang pastinya buat ngeliat Ady donk, hahaha” candaku. “Ish, apan sih Ni, orang kesini cuma buat ngambil ijasah kok, cuma ijasahnya masih harus melalui tahapan-tahapan tertentu, makanya aku main-main ke sekolah kalian ini, mumpung dekat dan rasa rinduku yang membara ini... Hahaha” jawab Cia yang berlagak seperti seorang puitisi. Gelak tawa pun pecah melihat gaya Cia yang mulai lebay.
Namun, tawaku tiba-tiba terhenti mengingat ucapan yang diucapkan oleh Cia. “Berarti kamu gak bakalan sekolah disini? Gak bakalan dateng lagi setelah ini? Dan cuma sementara disini?” ujarku sambil menahan air mata yang berlinang. Sari pun terkejut, “Nggak kan Ci? Tolonglah, jawabannya nggak ya Ci? kamu bakalan sekolah di sini kan Cia? Bareng sama kami lagi kayak dulu,” desak Sari pada Cia. Cia pun hanya terdiam dan tak dapat menjawab apa-apa.
Aku pun langsung merangkul Cia dan melepaskan semua rasa rindu yang ku pendam selama setahun, tak kusadari air mata ini jatuh dan membasahi pundak Cia. Cia pun melepaskan rangkulanku dan menenangkan kami berdua. “Ih, apaan sih kamu Riani! Lebay banget deh, udah jangan nangis, malu tau diliatin orang. Cup cup cup, diam yah, hahaha,” ketusnya sambil bercanda. “Hmm, Ciaaaaaaaa, masih sempat aja becanda, lagi sedih ni,” sambar Sari seketika.
“Cia, mami cariin kemana-mana, eh tau-taunya kamu lagi di sini. Udah selesai nih sayang, pulang yuk, papi udah nungguin kita di bandara. Pamit gih sama teman-teman,” suara tante Mary mengejutkan kami. “Eh, mami, sory yah mi, lagi asyik nih. Emang surat-suratnya udah beres yah mi?” tanya Cia kepada maminya. “Iya sayang, yuk kita pulang,” lanjut tante Mary.
Cia menatap ke arah kami berdua yang sangat terkejut dengan pernyataan tante Mary. Secepat inikah? Itulah yang terngiang di kepalaku. “Teman-teman, aku pulang dulu yah, sampe ketemu lagi,” kata Cia singkat, yang sepertinya tak ingin berbicara panjang lebar, karena ia tau hanya akan membuat kami berdua semakin sedih. “Cia, jangan lupain kami yah, kapan-kapan maen ke sini lagi,”kata Sari asal bunyi.
Cia pun berlari dan merangkul kami berdua, kami pun saling melepas rindu, yang seakan-akan tak meginginkan kepergian Cia. “Teman-teman, persahabatan di antara kita ini hanyalah jalinan hubungan yang tertunda karena jarak, namun tetap abadi di hati kita. Jangan sedih yah, cintaku tetap bersama kalian, aku akan rindu banget sama kalian,” celoteh Cia panjang lebar. “Iya Cia, baik-baik di sana yah,” jawabku melepas kepergiannya.
Cia dan tante Mary pun pergi meninggalkan kami. Kami melambaikan tangan pada Cia yang disambut dengan senyum terakhir darinya.
Cia, aku akan benar-benar merindukanmu, yaps! Benar katamu, persahabatan ini, hanyalah hubungan yang tertunda karena jarak. Takkan ada yang dapat menggantikan posisimu di hatiku. Kau lah sahabat terbaik yang pernah hadir dalam hidupku. Semoga sang waktu mempertemukan kita lagi. . . .

by : Yani Kake